Suku Badui, yang lebih dikenal dengan nama Urang Kanekes, merupakan salah satu kelompok masyarakat adat yang terletak di pedalaman Kabupaten Lebak, Banten. Mereka dikenal karena kehidupan mereka yang sangat terisolasi dan hampir tidak terpengaruh oleh modernisasi. Yuk, kita bahas lebih dalam tentang suku ini, yang telah mempertahankan tradisi dan kepercayaan leluhur mereka selama berabad-abad!
Asal Usul dan Nama Suku Badui
Dilansir Gramedia Blog, Suku Badui sering disebut demikian oleh orang luar, namun mereka sendiri lebih suka disebut Urang Kanekes, merujuk pada wilayah tempat mereka tinggal. Nama “Badui” kemungkinan berasal dari penyebutan oleh peneliti Belanda yang menganggap mereka mirip dengan kelompok Arab Badawi, yang dikenal sebagai masyarakat nomaden. Sebutan “Badui” juga bisa merujuk pada Sungai Badui dan Gunung Badui yang ada di wilayah mereka.
Kehidupan Terisolasi dan Tradisi
Masyarakat Badui terkenal karena penolakan mereka terhadap modernisasi dan pengaruh dunia luar. Mereka memiliki aturan ketat untuk menjaga kesakralan wilayah mereka, termasuk larangan keras terhadap pariwisata. Sejak 2007, mereka memperkenalkan istilah Saba Budaya Badui, yang berarti “Silaturahmi Kebudayaan Badui”, untuk menggantikan istilah wisata dalam menggambarkan kunjungan ke wilayah mereka.
Kepercayaan Sunda Wiwitan
Suku Badui menganut kepercayaan Sunda Wiwitan, sebuah ajaran leluhur yang menghormati arwah leluhur dan roh kekuatan alam. Mereka mempercayai bahwa alam memiliki kekuatan yang perlu dijaga dan dihormati. Oleh karena itu, mereka menjaga alam sekitar dengan sangat ketat, merawat hutan larangan, mata air, dan segala ekosistem di wilayah mereka.
Pikukuh (Aturan Adat)
Pikukuh, atau aturan adat, merupakan bagian yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat Badui. Aturan yang terkenal adalah prinsip “tanpa perubahan apa pun”, yang diterapkan dalam banyak aspek kehidupan mereka, mulai dari pertanian hingga pembangunan rumah. Misalnya, mereka tidak mengubah kontur lahan untuk bertani dan hanya menanam dengan tugal, sebuah alat tradisional yang terbuat dari bambu runcing. Selain itu, tiang rumah mereka seringkali tidak memiliki panjang yang seragam, mencerminkan ketidakberubahan alam di sekitar mereka.
Arca Domas: Simbol Kepercayaan
Salah satu objek kepercayaan paling sakral bagi masyarakat Badui adalah Arca Domas, sebuah tempat pemujaan yang hanya boleh dikunjungi oleh ketua adat (Pu’un) dan beberapa anggota terpilih. Di sana, terdapat batu lumpang yang menyimpan air hujan. Jika airnya jernih, itu menjadi tanda bahwa hujan akan datang banyak dan hasil panen akan baik. Sebaliknya, jika airnya keruh atau kering, itu menjadi pertanda kegagalan panen.
Keteguhan dalam Mempertahankan Tradisi
Kepercayaan dan tradisi yang dianut oleh masyarakat Badui mencerminkan keteguhan dan keuletan mereka dalam mempertahankan identitas sebagai suku yang tidak terpengaruh oleh modernitas. Gaya hidup mereka yang sederhana dan penuh penghormatan terhadap alam dan leluhur menjadi contoh betapa pentingnya menjaga keseimbangan antara manusia dan alam.
Suku Badui, dengan kepercayaan Sunda Wiwitan dan kehidupan yang sangat terisolasi, menunjukkan pentingnya pelestarian budaya dan alam. Meskipun terpinggirkan dari dunia luar, mereka tetap menjaga dan menghormati tradisi leluhur mereka. Suku Badui adalah contoh betapa kuatnya sebuah masyarakat dalam mempertahankan identitas dan kepercayaan yang telah diwariskan turun-temurun.***