Bayangkan suasana khitanan anak laki-laki di sebuah desa Sunda: ada arak-arakan meriah, iringan musik tradisional, dan sebuah patung singa besar yang diusung oleh empat orang dewasa. Itu dia, Sisingaan, kesenian khas Kabupaten Subang yang sudah mendarah daging dalam budaya masyarakat. Tapi tahukah kamu, di balik kemeriahan ini tersimpan cerita sejarah perjuangan melawan penjajahan? Yuk, kita kupas lebih dalam!
Asal Mula Kesenian Sisingaan
Dilansir Website Pemkab Subang, menurut Abah Salim, seorang pengrajin patung singa, Sisingaan awalnya adalah bagian dari ritual masyarakat Subang untuk menghibur anak yang akan disunat. Anak tersebut diarak keliling kampung dengan duduk di atas jampana, yaitu kursi yang dihias dan diusung oleh empat orang dewasa. Musik pengiringnya sederhana: dog-dog, kendang, kempul, dan kecrek dengan pola tabuh ala pencak silat.
Seiring waktu, jampana berubah menjadi patung singa bongsang yang terbuat dari bambu, karung goni, kayu randu, dan tali rami. Patung singa ini menjadi ikon dari kesenian Sisingaan seperti yang kita kenal sekarang.
Filosofi dan Makna Simbolis
Lebih dari sekadar hiburan, Sisingaan ternyata punya makna mendalam. Menurut hasil Saresehan Kesenian Sisingaan (1982):
- Patung singa melambangkan penguasa atau penjajah (kerajaan Inggris di masa lalu).
- Anak yang menunggang singa adalah simbol generasi penerus bangsa.
- Payung melambangkan perlindungan bagi generasi muda.
- Pengusung singa mencerminkan masyarakat pribumi yang tertindas, tetapi tetap berjuang melawan penindasan.
Filosofi ini menjadikan Sisingaan bukan hanya sekadar seni pertunjukan, tetapi juga simbol perjuangan dan harapan masyarakat Subang.
Perubahan dan Perkembangan
Dalam perjalanannya, Sisingaan mengalami evolusi besar:
- Dari helaran ke panggung: Awalnya hanya diarak keliling kampung, kini Sisingaan sering dipentaskan dalam acara-acara besar seperti perayaan daerah dan festival budaya.
- Kreativitas dalam kostum dan musik: Dari pakaian sederhana, kini pengusung mengenakan kostum yang lebih atraktif. Musiknya pun berkembang dengan improvisasi modern.
- Fungsi yang meluas: Selain khitanan, Sisingaan kini menjadi hiburan dalam acara kenegaraan, pernikahan, hingga festival internasional.
Sisingaan Sebagai Identitas Subang
Menurut teori antropologi budaya Koentjaraningrat, seni lokal yang berkembang hingga keluar wilayah asalnya merupakan bentuk evolusi budaya. Kesenian Sisingaan adalah contoh nyata dari fenomena ini. Kini, Sisingaan tidak hanya menjadi tradisi lokal, tetapi juga ikon budaya Subang yang dikenal luas di Indonesia, bahkan internasional.
Akhir
Sisingaan Sunda adalah bukti bagaimana tradisi lokal bisa bertahan dan berkembang mengikuti perubahan zaman. Dari simbol perjuangan melawan penjajah hingga hiburan modern, Sisingaan berhasil mempertahankan identitasnya sambil terus relevan dengan kebutuhan masyarakat. Jadi, kalau kamu mampir ke Subang, jangan lupa saksikan kesenian ini sebagai bagian dari pengalaman budaya yang tak terlupakan!***