Kalau dengar kata “degung,” apa yang terlintas di pikiran? Melodi lembut? Kesan tradisional yang khas? Atau bahkan kenangan akan budaya Sunda yang mendalam? Faktanya, kesenian Sunda degung punya sejarah panjang dan perkembangan yang menarik untuk diikuti. Dari sekadar pengiring acara kerajaan, degung kini menjadi simbol budaya Sunda yang mendunia. Yuk, simak perjalanan panjangnya!
Dari Gendingan hingga Hajatan
Dilansir Wikipedia, pada awalnya, degung hanya dimainkan secara gendingan (instrumental), tanpa vokal. Namun, segalanya berubah ketika Bupati Cianjur, RT. Wiranatakusumah V, membawa gamelan degung ke Bandung pada 1920. Di sinilah degung mulai digunakan dalam hajatan-hajatan umum. Perangkat gamelan baru pun dibuat, seperti Pamagersari dan Purbasasaka, yang memperkaya repertoar musik Sunda.
Selain itu, perubahan besar juga terjadi dalam komposisi instrumen degung. Penambahan alat musik seperti kendang dan suling memberikan nuansa baru yang lebih dinamis. Bahkan, pada 1921, degung digunakan sebagai musik pengiring opera Sunda Loetoeng Kasaroeng dalam perhelatan budaya besar di Bandung.
Era Kebangkitan dan Popularitas Degung
Setelah sempat meredup akibat revolusi fisik pasca-1945, degung kembali bersinar pada 1954 berkat tokoh-tokoh seperti Moh. Tarya, Ono Sukarna, dan E. Tjarmedi. Tidak hanya melestarikan lagu lama, mereka juga menciptakan lagu baru yang membawa nuansa modern tanpa kehilangan identitasnya.
Puncaknya, pada 1956, degung mulai disiarkan secara rutin di RRI Bandung, memperkenalkan lagu-lagu seperti Palwa ke khalayak luas. Lagu ini bahkan menjadi identik dengan pembukaan berita dalam bahasa Sunda, membuat degung semakin melekat di hati masyarakat.
Evolusi Instrumen dan Gaya Bermain
Seiring waktu, berbagai inovasi dilakukan pada alat musik degung. Misalnya, Mang Koko memperkenalkan gamelan laras degung pada 1964 dengan nada yang lebih tinggi dan bentuk tapal kuda. Nano S. dan grup Gentra Madya menambahkan unsur kacapi, menciptakan lagu-lagu hits seperti Panglayungan dan Kalangkang. Lagu-lagu ini tidak hanya sukses di pasar lokal tetapi juga bertransformasi ke dalam format pop Sunda.
Salah satu momen penting lainnya adalah munculnya nayaga wanita pada 1957, yang membuka peluang baru bagi perempuan untuk terlibat dalam kesenian degung.
Degung Mendunia
Tak hanya berkembang di tanah Sunda, degung juga telah menemukan tempat di pentas internasional. Sejumlah perguruan tinggi seperti University of California di Santa Cruz dan University of Melbourne bahkan memiliki perangkat gamelan degung untuk diajarkan kepada mahasiswa mereka. Di Meksiko, grup Indra Swara aktif mempromosikan degung sejak 2014, membuktikan bahwa melodi Sunda bisa diterima di berbagai belahan dunia.
Kesimpulan
Perkembangan kesenian Sunda degung adalah bukti bahwa tradisi lokal bisa beradaptasi dengan zaman tanpa kehilangan jati dirinya. Dari kerajaan Sunda, hajatan umum, hingga pentas internasional, degung terus hidup dan berkembang. Jadi, jika ingin menjaga warisan budaya, mari dukung dan pelajari degung sebagai bagian dari identitas bangsa!